Pendahuluan
Dalam
negara-negara demokrasi kita telah mengenal dengan teori yang diciptakan JJ.
Rousseau dengan teorinya yaitu Trias Politika, yang pengertiannya ialah
pemisahan kekuasaan (separation of power) menjadi tiga cabang yaitu legislatif,
eksekutif, dan yudikatif. Walaupun teori tersebut kurang cocok jika
dipraktekkan dizaman yang semakin kompleks akan tetapi tetap menjadi fungsi
pokok pemisahan kekuasaan[1].
Dalam
makalah ini akan membahas secara mendalam salah satu lembaga kekuasaan, yaitu
lembaga yudikatif atau lembaga kehakiman.
Pengertian
dan Independensi Lembaga Yudikatif.
Lembaga
Yudikatif adalah lembaga kehakiman yang yang merdeka untuk melakukan
penyelenggaraan peradilan guna untuk menegakkan hukum dan keadilan[2].
Artinya kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang bebas dari pengaruh atau
intervensi pemerintahan lainnya. Kedudukan kehakiman berada sejajar dengan
kekuasaan legislatif, dan eksekutif. Akan tetapi kekuasaan yudikatif erat
hubungannya dengan lembaga eksekutif dan legislatif serta dengan hak dan
kewajiban individu.
Badan
yudikatif yang bebas adalah syarat yang mutlak dalam suatu masyarakat yang
bebas dibawah rule of law. Kebebasan tersebut bebas dari campur tangan
badan eksekutif, legislatif ataupun masyarakat umum, didalam menjalankan tugas
yudikatifnya. Bukan berarti dengan begitu seorang hakim bebas melakukan apa
saja secara sembarangan, akan tetapi harus etap berasaskan asas legalitas,
harus tetap bertindak dibawah kekuasaan undang-undang.
Hal
tersebut dimaksudkan agar kinerja lembaga yudikatif berfungsi secara wajar,
demi menegakkan hukum dan menjamin hak-hak asasi manusia. Sebab hanya dengan
asas kebebasan tersebut keputusan dapat diambil secara adil, tidak berat
sebelah, dan semata-mata berpedoman denan norma-norma hukum dan keadilan serta
nurani hakim itu sendiri dengan tidak takut kedudukannya akan terancam.
Lembaga
Yudikatif adalah lembaga yang eksis untuk
menjamin ketentraman masyarakat. Ia adalah tempat untuk merespon kebutuhan
kepada pengusutan perkara semisal pelanggaran terhadap hak masyarakat. Ia ada
adalah institusi yang berwenang membela dan melindungi hak setiap warga dari
pelanggaran yang dilakukan oleh siapapun, termasuk pejabat pemerintah. Lembaga
yudikatif akan dinilai berhasil jika mampu mewujudkan rasa tentram di tengah
masyarakat. Jika ketentraman benar-benar terwujud maka sensasi dan provokasi
yang ditebar oleh pihak-pihak musuh tidak akan ada artinya. Sebab dalam
praktiknya masyarakat melihat kesiagaan lembaga yudikatif dan keberaniannya
mengabaikan ancaman dan tekanan dari siapapun.
Lembaga-Lembaga Yudikatif di Indonesia.
Amandemen
Undang-undang dasar 1945 membagi kekuasaan lembaga Yudikatif menjadi tiga
bagian yaitu; Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY), Mahkamah Konstitusi
(MK)[3].
1.
Mahkamah Agung
Reformasi dibidang hukum (amandemen UUD 1945) menempatkan Mahkamah
Agung tidak lagi satu-satunya sebagai satu-satunya lembaga kekuasaan kehakiman,
akan tetapi menjadi salah satu pelaku kekuasaan kehakiman.
MA merupakan badan pengadilan yang tertinggi di Indonesia, yang
berkedudukan di ibu kota Republik Indonesia (Jakarta) atau dilain tempat yang
ditetapkan oleh Presiden. Dan terlepas dari pengaruh pemerintah dan
pengaruh-pengaruh yang lain[4].
Daerah hukumnya
meliputi seluruh Indonesia dan kewajibannya ialah mengawasi tindakan-tindakan
seluruh peradilan yang ada di Indonesia, dan menjaga/menjamin agar supaya hokum
dilaksanakan dengan sepatutnya.
Hakim mahkamah
agung diangkat oleh Presiden atas usul DPR melalui ketua mahkamah Agung dan
menteri kehakiman. Mahkamah Agung terdiri daripimpinan, hakim anggota, dan
sekertaris MA. Pimpinan terdiri dari seorang ketua, dua orang wakil ketua, dan
beberapa orang ketua muda, yang kesemuanya adalah hakim agung yang jumlahnya
paling banyak 60 orang. Sedangkan sekertaris MA terdiri dari seorang sekertaris
yang membawahi beberapa diretur jenderal dan kepala badan.
Tugas-tugas
mahkamah Agung:
1.
Memutuskan dalam pemeriksaan pertama dan tingkat tertinggi perselisihan-perselisihan
juridiks[5]i.
2.
Mengkasasikan atas keputusan hakim yang lebih rendah[6].
3.
Memberi keputusan dalam tingkat banding[7].
4.
Mengadakan pengawasan tertinggi atas jalannya peradilan[8].
5.
Mengadakan pengawasan tertinggi atas pengacara-pengacara dan notaris-notaris[9].
6.
Menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap
undang-undang[10].
7.
Mahkamah Agung memberi keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang
soal-soal yang berhubungan dengan hukum, apabila hal itu diminta oleh
pemerintah[11].
Badan
peradilan di lingkungan MA
1.
Pengadilan Umum
Pengadilan
umum adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan
pada umumnya[12].
Berdasarkan ketentuan tersebut maka jelaslah pengadilan umum merupakan
pengadilan yang mengadili masalah kepidanaan dan keperdataan.
Kekuasaan
Pengadilan Umum meliputi:
a.
Pengadilan Tinggi Negeri
Pengadilan
banding yang akan mengadili kembali perkara perdata dan pidana yang telah
diadili di pengadilan Negeri. Pengadilan Tinggi Negeri berkedudukan di ibu kota
provinsi.
b.
Pengadilan Negeri
Yaitu
pengadilan umum sehari-hari yang berwenang memeriksa dan memutuskan perkara
dalam tingkat pertama segala perkara pidana dan perdata untuk semua golongan
penduduk.
2.
Pengadilan Agama
Pengadilan
Agama merupakan pengadilan bagi para pencari keadilan yang beragama Islam
mengenai perkara perdata tertentu.[13]
Perkara tersebut meliputi antara lain;
a.
Perkawinan
b.
Kewarisan. Wasiat, dan hibah yang dilaukan secara hukum islam.
c.
Wakaf, zakat, infak, dan sedekah;
d.
Ekonomi syariah[14]
Pengadilan Agama terdiri dari pengadilan Tinggi Agama dan
pengadilan Agama.
3.
Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan Tata
Usaha Negara adalah salah satu pelaku keadilan terhadap sengketa tata usaha
negara. Pengadilan ini terdiri dari pengadilan tinggi Tata Usaha Negara dan
Pengadilan Tata Usaha Negara.
4.
Pengadilan Militer
Pengadilan
Militer adalah pengadilan khusus anggota TNI atau polri atau yang dipersamakan
dengan itu. Pengadilan militer terdiri dari Pengadilan Tinggi Militer dan
Pengadilan Militer.
Mahkamah konstitusi
Mahkamah
konstitusi adalah sebuah lembaga negara yang setelah adanya amandemen UUD 1945
dikonstruksikan: pertama, sebagai pengawal konstitusi yang berfungsi
menegakkan keadilan konstitusional ditengah kehidupan masyarakat. Kedua, mahkamah
konstitusi bertugas menjamin dan mendorong agar konstitusi dihormai dan
dilaksanakan oleh semua komponen negara secara konsisten dan bertanggung jawab.
Ketiga, ditengah kelemahan konstitusi yang ada, MK berperan sebagai
penafsir agar spirit konstitusi selalu hidup dan mewarnai keberlangsungan
bernegara dan bermasyarakat.[15]
Susunan
keanggotaan terdiri dari hakim konstitusi, sekertariat jenderal, dan
kepaniteraan. MK mempunyai sembilan orang anggota hakim yang ditetapkan oleh
dengan keputusan presiden.
Tugas
dan wewenang MK yaitu:
a.
Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya
bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang-undan dasar.
b.
Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD.
c.
Memutus pembubaran partai politik.
d.
Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.[16]
e.
Memeriksa, mengadili dan memutuskan terhadap pendapat DPR bahwa
presiden dan/atau wapres melakukan pelanggaran hukum sebagaimana diatur dalam
pasal 7A UUD 1945.
Komisi Yudisial
Komisi Yudisial merupakan produk perkembangan budaya dari suatu
sistem hukum, yang berakar pada perkembangan historis, kultural, dan sosial
dari negara-negara tertentu.
Sebagaimana MK, Komisi Yudisial merupakan lembaga yang dibentuk
setelah adanya amandemen terhadap UUD 1945. Keanggotaan KY terdiri dari seorang
ketua dan wakil ketua, yang terdiri atas mantan hakim, praktisi hukum,
akademisi, dan anggota masyarakat.
Menurut Jimly Asshiddiqie maksud dibentuknya Komisi Yudisial dalam
struktur kekuasaan kehakiman Indonesia
adalah agar warga masyarakat di luar struktur resmi lembaga parlemen dapat
dilibatkan dalam proses pengangkatan, penilaian kinerja, kemungkinan
pemberhentian hakim. Semua ini dimaksudkan untuk menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta prilaku hakim dalam rangka mewujudkan
kebenaran dan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ketentuan mengenai syarat
dan tata cara pengangkatan hakim agung dilakukan oleh Komisi Yudisial yang
diatur dengan undang-undang.
Tugas dan wewenang KY sebagai lembaga yang mandiri ialah: (1)
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan (2) mempunyai wewenang lain dalam
rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta prilaku
hakim.[17]
Dalam melaksanakan
kewenangan mengusulkan pengangkatan hakim agung KY memiliki tugas: (1)
melakukan pendaftaran calon anggota hakim (2) melakukan seleksi terhadap calon
Hakim Agung (3) menetapkan calon anggota hakim: dan (4) mengajukan calon
anggota Hakim Agung ke DPR.
Sedangkan dalam melaksanakan tugas wewenang untuk menjaga dan
menegakkan kehormatan hakim (1) menerima laporan dari masyarakat tentang
prilaku hakim (2) meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan
berkaitan dengan prilaku hakim (3) melakukan pemeriksaan terhadap dugaan
pelanggaran perilaku hukum (4) memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang
diduga melanggar kode etik perilaku hakim; dan (5) membuat hasil laporan
pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada mahkamah agung
dan/atau mahkamah konstitusi, serta tindakannya disampaikan kepada presiden dan
DPR.
Hierarki lembaga Yudikatif di Indonesia .
|
|
|
[1] Lihat Prof. miriam budiarjo, dasar-dasar
ilmu politik. Hal 350.
[2] Undang-undang dasar 1945, pasal 24 ayat 1.
[3] Lihat, Titik Triwulan Tutik, S.H., M.H., konstruksi
hukum tata negara indonesia pasca amandemen UUD 1945. Hal 210.
[6] Pasal 28 Ayat (1) UU No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah
Agung.
[10] Pasal 31 Ayat (1) UU No. 5 Tahun 2004
tentang Mahkamah Agung.
[13] Pasal 2 UU No. 3
Tahun 2006 tentang perubahan Tata UU no. 7 tahun 1989 tentang peradilan Agama.
[14] Pasal 49 UU No. 3
Tahun 2006 tentang perubahan Tata UU no. 7 tahun 1989 tentang peradilan Agama.
[15] Lihat, Titik Triwulan Tutik, S.H., M.H., konstruksi
hukum tata negara Indonesia pasca amandemen UUD 1945. Hal 221
[16] UUD 1945 pasal 24C
0 komentar:
Posting Komentar