Kamis, 27 Februari 2014

 Pendahuluan
Dalam negara-negara demokrasi kita telah mengenal dengan teori yang diciptakan JJ. Rousseau dengan teorinya yaitu Trias Politika, yang pengertiannya ialah pemisahan kekuasaan (separation of power) menjadi tiga cabang yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Walaupun teori tersebut kurang cocok jika dipraktekkan dizaman yang semakin kompleks akan tetapi tetap menjadi fungsi pokok pemisahan  kekuasaan[1].
Dalam makalah ini akan membahas secara mendalam salah satu lembaga kekuasaan, yaitu lembaga yudikatif atau lembaga kehakiman.
 Pengertian dan Independensi Lembaga Yudikatif.
Lembaga Yudikatif adalah lembaga kehakiman yang yang merdeka untuk melakukan penyelenggaraan peradilan guna untuk menegakkan hukum dan keadilan[2]. Artinya kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang bebas dari pengaruh atau intervensi pemerintahan lainnya. Kedudukan kehakiman berada sejajar dengan kekuasaan legislatif, dan eksekutif. Akan tetapi kekuasaan yudikatif erat hubungannya dengan lembaga eksekutif dan legislatif serta dengan hak dan kewajiban individu.
Badan yudikatif yang bebas adalah syarat yang mutlak dalam suatu masyarakat yang bebas dibawah rule of law. Kebebasan tersebut bebas dari campur tangan badan eksekutif, legislatif ataupun masyarakat umum, didalam menjalankan tugas yudikatifnya. Bukan berarti dengan begitu seorang hakim bebas melakukan apa saja secara sembarangan, akan tetapi harus etap berasaskan asas legalitas, harus tetap bertindak dibawah kekuasaan undang-undang.
Hal tersebut dimaksudkan agar kinerja lembaga yudikatif berfungsi secara wajar, demi menegakkan hukum dan menjamin hak-hak asasi manusia. Sebab hanya dengan asas kebebasan tersebut keputusan dapat diambil secara adil, tidak berat sebelah, dan semata-mata berpedoman denan norma-norma hukum dan keadilan serta nurani hakim itu sendiri dengan tidak takut kedudukannya akan terancam.
Lembaga Yudikatif adalah lembaga yang eksis untuk menjamin ketentraman masyarakat. Ia adalah tempat untuk merespon kebutuhan kepada pengusutan perkara semisal pelanggaran terhadap hak masyarakat. Ia ada adalah institusi yang berwenang membela dan melindungi hak setiap warga dari pelanggaran yang dilakukan oleh siapapun, termasuk pejabat pemerintah. Lembaga yudikatif akan dinilai berhasil jika mampu mewujudkan rasa tentram di tengah masyarakat. Jika ketentraman benar-benar terwujud maka sensasi dan provokasi yang ditebar oleh pihak-pihak musuh tidak akan ada artinya. Sebab dalam praktiknya masyarakat melihat kesiagaan lembaga yudikatif dan keberaniannya mengabaikan ancaman dan tekanan dari siapapun.
 Lembaga-Lembaga Yudikatif di Indonesia.

Amandemen Undang-undang dasar 1945 membagi kekuasaan lembaga Yudikatif menjadi tiga bagian yaitu; Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY), Mahkamah Konstitusi (MK)[3].

1.      Mahkamah Agung
Reformasi dibidang hukum (amandemen UUD 1945) menempatkan Mahkamah Agung tidak lagi satu-satunya sebagai satu-satunya lembaga kekuasaan kehakiman, akan tetapi menjadi salah satu pelaku kekuasaan kehakiman.
MA merupakan badan pengadilan yang tertinggi di Indonesia, yang berkedudukan di ibu kota Republik Indonesia (Jakarta) atau dilain tempat yang ditetapkan oleh Presiden. Dan terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh yang lain[4].
            Daerah hukumnya meliputi seluruh Indonesia dan kewajibannya ialah mengawasi tindakan-tindakan seluruh peradilan yang ada di Indonesia, dan menjaga/menjamin agar supaya hokum dilaksanakan dengan sepatutnya.
            Hakim mahkamah agung diangkat oleh Presiden atas usul DPR melalui ketua mahkamah Agung dan menteri kehakiman. Mahkamah Agung terdiri daripimpinan, hakim anggota, dan sekertaris MA. Pimpinan terdiri dari seorang ketua, dua orang wakil ketua, dan beberapa orang ketua muda, yang kesemuanya adalah hakim agung yang jumlahnya paling banyak 60 orang. Sedangkan sekertaris MA terdiri dari seorang sekertaris yang membawahi beberapa diretur jenderal dan kepala badan.
            Tugas-tugas mahkamah Agung:
1.      Memutuskan dalam pemeriksaan pertama dan tingkat tertinggi perselisihan-perselisihan juridiks[5]i.
2.      Mengkasasikan atas keputusan hakim yang lebih rendah[6].
3.      Memberi keputusan dalam tingkat banding[7].
4.      Mengadakan pengawasan tertinggi atas jalannya peradilan[8].
5.      Mengadakan pengawasan tertinggi atas pengacara-pengacara dan notaris-notaris[9].
6.      Menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang[10].
7.      Mahkamah Agung memberi keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang soal-soal yang berhubungan dengan hukum, apabila hal itu diminta oleh pemerintah[11].

Badan peradilan di lingkungan MA

1.      Pengadilan Umum
Pengadilan umum adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya[12]. Berdasarkan ketentuan tersebut maka jelaslah pengadilan umum merupakan pengadilan yang mengadili masalah kepidanaan dan keperdataan.
Kekuasaan Pengadilan Umum meliputi:
a.       Pengadilan Tinggi Negeri
Pengadilan banding yang akan mengadili kembali perkara perdata dan pidana yang telah diadili di pengadilan Negeri. Pengadilan Tinggi Negeri berkedudukan di ibu kota provinsi.
b.      Pengadilan Negeri
Yaitu pengadilan umum sehari-hari yang berwenang memeriksa dan memutuskan perkara dalam tingkat pertama segala perkara pidana dan perdata untuk semua golongan penduduk.

2.      Pengadilan Agama
Pengadilan Agama merupakan pengadilan bagi para pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu.[13] Perkara tersebut meliputi antara lain;
a.       Perkawinan
b.      Kewarisan. Wasiat, dan hibah yang dilaukan secara hukum islam.
c.       Wakaf, zakat, infak, dan sedekah;
d.      Ekonomi syariah[14]
Pengadilan Agama terdiri dari pengadilan Tinggi Agama dan pengadilan Agama.
3.      Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku keadilan terhadap sengketa tata usaha negara. Pengadilan ini terdiri dari pengadilan tinggi Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tata Usaha Negara.
4.      Pengadilan Militer
Pengadilan Militer adalah pengadilan khusus anggota TNI atau polri atau yang dipersamakan dengan itu. Pengadilan militer terdiri dari Pengadilan Tinggi Militer dan Pengadilan Militer.

Mahkamah konstitusi
Mahkamah konstitusi adalah sebuah lembaga negara yang setelah adanya amandemen UUD 1945 dikonstruksikan: pertama, sebagai pengawal konstitusi yang berfungsi menegakkan keadilan konstitusional ditengah kehidupan masyarakat. Kedua, mahkamah konstitusi bertugas menjamin dan mendorong agar konstitusi dihormai dan dilaksanakan oleh semua komponen negara secara konsisten dan bertanggung jawab. Ketiga, ditengah kelemahan konstitusi yang ada, MK berperan sebagai penafsir agar spirit konstitusi selalu hidup dan mewarnai keberlangsungan bernegara dan bermasyarakat.[15]
Susunan keanggotaan terdiri dari hakim konstitusi, sekertariat jenderal, dan kepaniteraan. MK mempunyai sembilan orang anggota hakim yang ditetapkan oleh dengan keputusan presiden.
Tugas dan wewenang MK yaitu:
a.       Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang-undan dasar.
b.      Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD.
c.       Memutus pembubaran partai politik.
d.      Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.[16]
e.       Memeriksa, mengadili dan memutuskan terhadap pendapat DPR bahwa presiden dan/atau wapres melakukan pelanggaran hukum sebagaimana diatur dalam pasal 7A UUD 1945.


Komisi Yudisial
Komisi Yudisial merupakan produk perkembangan budaya dari suatu sistem hukum, yang berakar pada perkembangan historis, kultural, dan sosial dari  negara-negara tertentu.
Sebagaimana MK, Komisi Yudisial merupakan lembaga yang dibentuk setelah adanya amandemen terhadap UUD 1945. Keanggotaan KY terdiri dari seorang ketua dan wakil ketua, yang terdiri atas mantan hakim, praktisi hukum, akademisi, dan anggota masyarakat.
Menurut Jimly Asshiddiqie maksud dibentuknya Komisi Yudisial dalam struktur kekuasaan  kehakiman Indonesia adalah agar warga masyarakat di luar struktur resmi lembaga parlemen dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan, penilaian kinerja, kemungkinan pemberhentian hakim. Semua ini dimaksudkan untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta prilaku hakim dalam rangka mewujudkan kebenaran dan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.   
 Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan hakim agung dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diatur dengan undang-undang.
Tugas dan wewenang KY sebagai lembaga yang mandiri ialah: (1) mengusulkan pengangkatan hakim agung dan (2) mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta prilaku hakim.[17]
            Dalam melaksanakan kewenangan mengusulkan pengangkatan hakim agung KY memiliki tugas: (1) melakukan pendaftaran calon anggota hakim (2) melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung (3) menetapkan calon anggota hakim: dan (4) mengajukan calon anggota Hakim Agung ke DPR.
Sedangkan dalam melaksanakan tugas wewenang untuk menjaga dan menegakkan kehormatan hakim (1) menerima laporan dari masyarakat tentang prilaku hakim (2) meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan prilaku hakim (3) melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hukum (4) memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku hakim; dan (5) membuat hasil laporan pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada mahkamah agung dan/atau mahkamah konstitusi, serta tindakannya disampaikan kepada presiden dan DPR.



Hierarki lembaga Yudikatif di Indonesia           .

 



Komisis Yudisial
 
Mahkamah Agung
 
Mahkamah Konstitusi
 
                                                                                                                                                  
 





           











                           






[1] Lihat Prof. miriam budiarjo, dasar-dasar ilmu politik. Hal 350.
[2] Undang-undang dasar 1945, pasal 24 ayat 1.
[3] Lihat, Titik Triwulan Tutik, S.H., M.H., konstruksi hukum tata negara indonesia pasca amandemen UUD 1945. Hal 210.
[4] UU Nomor  5 tahun 2004 tentang perubahan atas  UU nomor 14 tahun 1985 mengenai mahkamah agung.
[5] Pasal 33 Ayat (3) UU No. 14 Tahun 1985  tentang Mahkamah Agung.
[6] Pasal 28  Ayat (1) UU No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.
[7] Pasal 29  Ayat (1) UU No. 14  Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
[8] Pasal 32 Ayat (2) UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
[9] Pasal 36  UU No. 14  Tahun 1985  tentang Mahkamah Agung.
[10] Pasal 31 Ayat (1) UU No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.
[11] Pasal 37  UU No. 14  Tahun 1985  tentang Mahkamah Agung.
[12] Pasal 2 UU No. 8 Tahun 2004 tentang pengadilan Umum.
[13] Pasal 2 UU No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan Tata UU no. 7 tahun 1989 tentang peradilan Agama.
[14] Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan Tata UU no. 7 tahun 1989 tentang peradilan Agama.

[15] Lihat, Titik Triwulan Tutik, S.H., M.H., konstruksi hukum tata negara Indonesia pasca amandemen UUD 1945. Hal 221
[16] UUD 1945 pasal 24C
[17] UUD 1945 pasal 24B

0 komentar:

Posting Komentar